Atsariyah

Atsariyah (bahasa Arab: الأثرية, translit. al-aṡariyyah [al ʔaθaˈrij.jaɦ]), juga disebut sebagai mazhab akidah tradisionalis atau teologi skripturalis, adalah salah satu mazhab akidah utama Islam Sunni.[a] Mazhab akidah ini muncul pada akhir abad ke-8 M dari para ulama Ahli Hadis, sebuah gerakan keagamaan Islam yang menolak doktrin teologis Islam rasionalistik (kalām) serta mendukung pemaknaan tekstual yang ketat dalam hal menafsirkan Al-Qur'an dan hadis.[1][2] Namanya berasal dari kata aṡar yang berarti "tradisional".[1] Penganutnya dikenal sebagai "Ahli Atsar", "Ahli Hadis", dll.[3][4][5]

Penganut Atsariyah berkeyakinan bahwa pemaknaan literal dari Al-Qur'an dan hadis merupakan satu-satunya otoritas yang sah dalam memakanai akidah dan fikih;[1] serta tidak boleh menggunakan perdebatan rasional, bahkan jika untuk memverifikasi kebenaran.[6] Atsariyah tidak setuju dengan penafsiran majasi mengenai deskripsi antropomorfis dan sifat-sifat Allah (maksudnya: mentakwil) serta tidak mengkonseptualisasikan makna Al-Qur'an secara rasional[7] karena mereka meyakini bahwa realitas mereka harus diserahkan kepada Allah saja (tafwidh).[6] Intinya, mereka menegaskan bahwa pemaknaan literal Al-Qur'an dan hadis harus diterima tanpa "bagaimana caranya memaknainya" (yaitu bi-la kaifa).

Mazhab akidah muncul di kalangan ulama hadits yang akhirnya bergabung menjadi gerakan yang disebut Ahli Hadis di bawah kepemimpinan Ahmad bin Hanbal (780–855).[8][b] Dalam masalah iman, mereka melawan pemahaman Muktazilah serta akidah Islam lainnya serta dan mengutuk banyak sekali doktrin-doktrin mereka serta mengedepankan metode rasionalistik secara ekstrem.[8] Pada abad ke-10, al-Asy'ari dan al-Maturidi menemukan jalan tengah antara ilmu kalam Muktazilah dan ilmu atsar Hambali, menggunakan metode ilmu kalam yang diperjuangkan oleh Muktazilah untuk mempertahankan sebagian besar ajaran doktrin Atsariyah.[9] Meski ulama Hambali yang menolak sintesis itu berjumlah sedikit, pendekatan berbasis narasi dan emosional terhadap iman memiliki pengaruh besar di kalangan penduduk perkotaan yang tinggal di beberapa wilayah dunia Muslim, khususnya di Baghdad era Abbasiyah.[10]

Asy'ariyah dan Māturīdiyah sering dianggap sebagai mazhab akidah "ortodoks" Sunni, tetapi akidah Atsariyah berkembang pesat bersama keduanya sebagai tandingan akidah Sunni ortodoks.[11] Di era modern, Atsariyah memiliki dampak tidak proporsional pada akidah, dan telah diadopsi oleh aliran Wahhabi dan Salafi tradisionalis lainnya, dan menembus batas-batas mazhab fikih Hanbali.[12]


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "lower-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="lower-alpha"/> yang berkaitan

  1. ^ a b c Abrahamov, Binyamin (2016) [2014]. "Part I: Islamic Theologies during the Formative and the Early Middle period – Scripturalist and Traditionalist Theology". Dalam Schmidtke, Sabine. The Oxford Handbook of Islamic Theology. Oxford and New York: Oxford University Press. hlm. 263–279. doi:10.1093/oxfordhb/9780199696703.013.025. ISBN 9780199696703. LCCN 2016935488. 
  2. ^ (Halverson 2010). "The Atharis can thus be described as a school or movement led by a contingent of scholars (ulama), typically Hanbalite or even Shafi'ite, which retained influence, or at the very least a shared sentiment and conception of piety, well beyond the limited range of Hanbalite communities. This body of scholars continued to reject theology in favor of strict textualism well after Ash'arism had infiltrated the Sunni schools of law. It is for these reasons that we must delineate the existence of a distinct traditionalist, anti-theological movement, which defies strict identification with any particular madhhab, and therefore cannot be described as Hanbalite."
  3. ^ Azoulay, Rivka (2020). Kuwait and Al-Sabah: Tribal Politics and Power in an Oil State. 50 Bedford Square, London, UK: I.B. Tauris. hlm. 224. ISBN 978-1-8386-0505-6. 
  4. ^ Vlad Ghiță, Adrian (2019). "Revivalismul islamic. Tendinţe înnoitoare" [Islamic Revivalism: Renewing trends]. Theology and Life. 40 (9–12): 143. 
  5. ^ Bishara, Azmi (2022). "1: What is Salafism?". On Salafism: Concepts and Contexts. Stanford, California, USA: Stanford University Press. hlm. 2. ISBN 9781503631786. LCCN 2021061200. 
  6. ^ a b (Halverson 2010).
  7. ^ Hoover, John (2020). "Early Mamlūk Ashʿarism against Ibn Taymiyya on the Nonliteral Reinterpretation (taʾwīl) of God's Attributes". Dalam Shihadeh, Ayman; Thiele, Jan. Philosophical Theology in Islam: Later Ashʿarism East and West. Islamicate Intellectual History. 5. Leiden and Boston: Brill Publishers. hlm. 195–230. doi:10.1163/9789004426610_009. ISBN 978-90-04-42661-0. ISSN 2212-8662. LCCN 2020008682. 
  8. ^ a b (Lapidus 2014, hlm. 130)
  9. ^ (Blankinship 2008, hlm. 53); (Lapidus 2014)
  10. ^ (Halverson 2010, hlm. 35)
  11. ^ (Brown 2009): "The Ash‘ari school of theology is often called the Sunni 'orthodoxy'. But the original ahl al-hadith, early Sunni creed from which Ash‘arism evolved has continued to thrive alongside it as a rival Sunni 'orthodoxy' as well."
  12. ^ (Hoover 2014)

© MMXXIII Rich X Search. We shall prevail. All rights reserved. Rich X Search